Serikat Petani Indonesia Jombang: Membangun kekuatan petani melalui advokasi, pelatihan, dan pengembangan pertanian berkelanjutan. Bergabunglah untuk mendukung kesejahteraan petani lokal di Jombang!
Panen Pertanian Lingkar Mardiono: Menyoroti Nasib Petani Kecil
Panen Pertanian Lingkar Mardiono: Menyoroti Nasib Petani Kecil

Panen Pertanian Lingkar Mardiono: Menyoroti Nasib Petani Kecil

Sektor pertanian adalah tulang punggung perekonomian banyak daerah di Indonesia, namun Nasib Petani Kecil kerap kali menghadapi berbagai tantangan. Fenomena panen di wilayah yang kerap disebut “Lingkar Mardiono” — sebuah istilah kiasan untuk area pertanian subur di pinggiran kota atau kabupaten — seringkali menjadi cerminan nyata dari pasang surut Nasib Petani Kecil. Artikel ini akan menyoroti bagaimana dinamika panen di area tersebut mempengaruhi kesejahteraan mereka, serta upaya yang diperlukan untuk menjamin keberlangsungan hidup para pahlawan pangan ini.

Wilayah “Lingkar Mardiono” (sebut saja area pertanian di Kabupaten Subur Makmur, Jawa Barat) baru-baru ini memasuki masa panen raya padi. Sejak tanggal 15 Mei 2025, para petani telah sibuk memanen hasil kerja keras mereka. Namun, kegembiraan panen seringkali bercampur dengan kekhawatiran akan harga jual yang tidak stabil. Menurut data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Subur Makmur, harga gabah kering panen (GKP) pada pekan terakhir Mei 2025 berada di kisaran Rp 5.500 per kilogram, sedikit di bawah harapan petani. Angka ini dicatat oleh petugas penyuluh lapangan (PPL) yang bertugas di desa-desa tersebut.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi Nasib Petani Kecil adalah fluktuasi harga pasar yang seringkali tidak sebanding dengan biaya produksi. Kenaikan harga pupuk, bibit, dan biaya operasional lainnya dapat menggerus keuntungan mereka. Sebagai contoh, seorang petani bernama Pak Budi (55), yang telah menggarap lahan seluas 0,5 hektar di Desa Tani Jaya, mengatakan bahwa modal untuk satu kali musim tanam bisa mencapai 3 juta rupiah, sementara hasil panennya kadang hanya mampu menutupi modal, tanpa menyisakan banyak untuk kebutuhan sehari-hari. Pernyataan ini ia sampaikan saat ditemui di sawahnya pada hari Selasa, 27 Mei 2025.

Selain itu, akses terhadap teknologi dan informasi juga menjadi kendala. Petani kecil seringkali belum sepenuhnya memanfaatkan teknologi pertanian modern atau informasi pasar terkini, yang membuat mereka rentan terhadap praktik tengkulak. Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) berupaya mengatasi ini dengan mengadakan program pelatihan dan pendampingan. Contohnya, pada tanggal 10 April 2025, telah diselenggarakan lokakarya digitalisasi pertanian bagi 150 petani di Balai Penyuluhan Pertanian setempat.

Untuk memperbaiki Nasib Petani Kecil, diperlukan sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Subsidi yang tepat sasaran, akses pasar yang lebih luas, dan edukasi berkelanjutan akan menjadi kunci untuk memastikan mereka dapat terus berproduksi dan hidup sejahtera, menjaga ketahanan pangan nasional.