Serikat Petani Indonesia Jombang: Membangun kekuatan petani melalui advokasi, pelatihan, dan pengembangan pertanian berkelanjutan. Bergabunglah untuk mendukung kesejahteraan petani lokal di Jombang!
Pertanian Konvensional: Memahami Keunggulan dan Tantangannya di Era Modern
Pertanian Konvensional: Memahami Keunggulan dan Tantangannya di Era Modern

Pertanian Konvensional: Memahami Keunggulan dan Tantangannya di Era Modern

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi pertanian, metode tradisional seperti Pertanian Konvensional tetap menjadi tulang punggung produksi pangan global. Memahami keunggulan yang ditawarkannya serta tantangan yang dihadapi di era modern ini adalah kunci untuk mengidentifikasi bagaimana metode ini dapat terus beradaptasi dan berkontribusi pada ketahanan pangan. Meskipun banyak inovasi muncul, Pertanian Konvensional masih memiliki relevansi yang kuat dalam memenuhi kebutuhan pangan miliaran orang.

Salah satu keunggulan utama Pertanian adalah biayanya yang relatif lebih rendah untuk memulai, terutama bagi petani skala kecil. Metode ini tidak memerlukan investasi besar dalam peralatan berteknologi tinggi seperti sistem hidroponik atau aeroponik. Petani dapat memanfaatkan alat-alat dasar dan pengetahuan turun-temurun, serta mengandalkan kesuburan alami tanah. Selain itu, praktik ini seringkali menghasilkan produk dalam jumlah besar dengan biaya per unit yang efisien, menjadikannya pilihan yang ekonomis untuk produksi massal. Menurut data dari Kementerian Pertanian Indonesia per 25 Juni 2025, sekitar 80% produksi beras nasional masih berasal dari praktik Pertanian Konvensional, menunjukkan dominasinya.

Namun, Pertanian Konvensional juga menghadapi tantangan signifikan di era modern. Ketergantungan pada kondisi iklim dan cuaca menjadi salah satu kelemahan utama; perubahan iklim yang ekstrem, seperti kekeringan berkepanjangan atau banjir, dapat menyebabkan gagal panen yang merugikan. Penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan, meskipun meningkatkan hasil, dapat merusak kesehatan tanah dalam jangka panjang, mencemari air, dan mengurangi keanekaragaman hayati. Tantangan lainnya adalah penggunaan lahan yang intensif. Seiring dengan pertumbuhan populasi dan urbanisasi, ketersediaan lahan pertanian subur semakin berkurang, menuntut metode yang lebih efisien dalam penggunaan ruang. Pada 14 Juni 2025, Direktur Jenderal Hortikultura, Bapak Ir. Ahmad Subroto, M.Agr., dalam sebuah konferensi di Jakarta, menyoroti pentingnya petani konvensional untuk mengadopsi praktik pertanian berkelanjutan guna mengatasi degradasi lahan.

Untuk tetap relevan, Pertanian Konvensional perlu beradaptasi. Pengadopsian praktik pertanian berkelanjutan seperti rotasi tanaman, penggunaan pupuk organik, dan pengelolaan air yang lebih baik dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan negatif. Integrasi teknologi sederhana seperti irigasi tetes atau penggunaan drone untuk pemantauan lahan juga dapat menjadi solusi. Dengan memahami keunggulan dan menghadapi tantangannya secara proaktif, Pertanian Konvensional dapat terus menjadi pilar penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dunia.